Biografi Khonghucu

tTAOISME DAN KONFUSIANISME *asyikkk lho belajar agama-agama

Rabu, 13 Juni 2012

Tuhan dan Manusia dalam agama Tao


Aspek-aspek ketuhanan dan manusia
  • Aspek ketuhanan dalam Tao
Segala penciptaan yang ada di alam ini adalah suatu wujud dari ungkapan tentang Tuhan atau menggambarkan keberadaan Tuhan. Seperti ungkapan bahwa segala sesuatu datang dari Tao dan segala sesutatu akan kembali kepada Tao.
Ada istilah Tzu jan (spontan) artinya Tao yang satu menghasilkan dua. Tao yang satu ini lah yang spontan, tidak lagi dicari tao berasal dari mana atau apa.
Dalam tao dikenal juga Dewa-dewa dan Roh-roh yang mendiamo alam dan kemudian dijadikan objek pemujaan dan dimintai pertolongan. Ada jiga orang-orang yang dianggap setengah Dewa yang menjelma dalam diri manusia. Contoh yang terkenal adalah Lao Tzi Taishang Laojun, Dewa Lao yang kemudian dianggap maha tinggi. Setelah di Dewakan oleh kebanyakan orang China dan luar China.
  • Manusia dan Tao
Kitab Tao Te Ching menggambarkan serangkaian Inkarnasi atau kelahiran kembali. Sama dengan konsep Buddha yang menganggap tidak ada kematian dan kematian adalah suatu proses perpindahan manusia dari alam satu ke alam lain.
Orang bijak menurut Tao ialah “orang yang mempunyai kebajikan yang unggul, tidak pernah bertindak (Wu Wei), tetapi tidak ada yang ditinggalkan terbengkalai”. Kaum Tao berpendapat agar manusia dapat bertahan hidup maka harus bisa menyesuaikan diri dan menjaga keharmonisan dengan alam.

Selasa, 29 Mei 2012


Dalam perubahan terdapat Awal Utama Agung (Tai Chi). Awal ini menghasilkan dua daya utama. Kedua daya utama menghasilkan empat citra. Empat citra menghasilkan delapan trigram.” (I Ching, Bab 11 dalam Liu 1986, 24)

Fondasi pemikiran masyarakat China adalah kepercayaan pada alam semesta kosmis yang tunggal, suatu Ketunggalan yang tanpa awal atau akhir. Filsafat yang lebih tua daripada aliran filsafat China manapun adalah berbagai kepercayaan mendasar yang membantu orang China memahami diri mereka sendiri dalam hubungannya dengan dunia: pada awalnya, dunia adalah suatu kehampaan tanpa batas yang disebut Wu Chi. Kehampaan ini digambarkan sebagai suatu lingkaran kosong yang dibentuk oleh garis putus-putus. Dari kehampaan ini, muncullah kegiatan yang diekspresikan sebagai Yang, yang digambarkan dalam bentuk lingkaran kosong, dan ketidakgiatan dalam bentuk lingkaran hitam. Interaksi yang terjadi di antara kegiatan dan ketidakgiatan ini disebut tai chi, yang diperlihatkan sebagai lingkaran Yin-Yang, setengah hitam dan setengah putih.
Dari alam semesta kosmis yang luas dan misterius, Yang Esa, semuanya berkembang. Ketika terwujud di dunia, Ketunggalan ini terbagi dua: Yin dan Yang. Dua hal yang bertentangan yang dinamis ini digambarkan dengan garis putus (untuk Yin) dan garis lurus (untuk Yang). I Ching mengombinasikan garis-garis ini dalam pola yang digunakan untuk meramal. Terdapat empat cara yang dapat digunakan untuk mengatur garis-garis ini secara berpasangan: dua garis lurus, dua garis putus, satu garis lurus diatas garis putus, dan satu garis putus diatas satu garis lurus.
Tigram kombinasi tiga garis dalam satu kolom, dianggap berkaitan dengan kualitas-kualitas alam tertentu dan cara kerjanya di alam semesta. Garis-garis itu pertama kali disusun dalam trigram oleh Kaisar Fu His (2852-2738 SM). Ia melihat adanya pola pada cangkang kura-kura yang pada waktu itu umum digunakan sebagai ramalan. Dua trigram ekstrem adalah Ch’ien (tiga garis lurus) yang merupakan trigram Kreatif dan K’un (tiga garis putus) yang merupakan trigram Menerima. Kedua trigram ini dianggap mewakili dinamika langit dan bumi. Ch’ien adalah unsure kreatif, penguasa, ayah, cahaya. Sedangkan K’un adalah prinsip menerima, ibu, diatur dari atas, kegelapan. Semua trigram sisanya merupakan kombinasi dari kedua hal yang bertolak belakang itu.
Kedelapan trigram itu dikombinasikan menjadi 64 heksagram. Dengan menafsirkan semua pola yang berlainan, orang China mengembangkan suatu cara meramal peristiwa di masa depan jika segala sesuatunya sesuai dengan alam. Ilmu meramal I Ching memprediksi masa depan dengan keakuratan yang gaib.
Teori ini menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan alam masyarakat China. Kalender lunar (berdasarkan perputaran bulan) yang telah dikembangkan sekitar tahun 1200 SM berakar pada teori ini. Demikian pula halnya dengan tradisi penyembuhan China yang menggunakan jejamuan dan akupunktur.[1]
Keselarasan Tao ada terlebih dahulu, diaktifkan oleh kepasifan, oleh tidak adanya aktivitas. Tetapi begitu diekspresikan, Tao menghasilkan suatu permainan pertentangan yang dinamis dan silih berganti: Yin-Yang, yaitu manifestasi Tao di dunia. Keduanya saling menghasilkan satu sama lain sebagai kutub-kutub yang menjadi bagian dari jalinan keberadaan.
Yin merujuk kepada ciri-ciri kelembutan, kepasifan, kewanitaan, kegelapan, lembah, dan yang negative, ketidakberadaan. Di lain pihak, Yang mengacu pada ciri-ciri seperti sifat kekerasan, kejantanan, kecerahan, gunung, kegiatan, keberadaan.
Semua energi aktif terwujud sebagai dualitas Yin-Yang. Ketidakberadaan menyertai keberadaan. Wujud Tao itu sendiri merupakan perubahan yang ditentukan oleh aliran alami kutub energi. Energi itu tidak statis, bukan suatu objek pasti.
Yin-Yang menghasilkan suatu keseimbangan dinamis antara daya gerak dan sikap diam, antara keaktifan dan kepasifan, sehingga titik keseimbangan kembali ke pusatnya. Kesatuan dari hal-hal yang bertentangan pun berkembang. Dalam banyak penerapan Taoisme, kesatuan ini menjadi sumber tuntunan, menjadi tolok ukur, menjadi standar untuk mengevaluasi kebenaran ketika akal budi dikerahkan dalam segala hal.[2]
Berdasarkan kosmologi orang China, alam semesta ini digolongkan menjadi dua, atau dengan kata lain alam ini diisi dengan pembagian atau golongan elemen-elemen yaitu baik dan buruk. baik mencerminkan sifat Yang dan buruk mencerminkan sifat Yin seperti diungkap dalam kitab klasik Taoisme (Tao te Ching) sebagaimana dikutip oleh McCreery (dalam Scupin, 2000:289), bahwa “Tao melahirkan satu dan satu melahirkan dua”. Yang dimaksud dengan kata “dua” di atas adalah Yang dan Yin, yang mengatur dunia, baik dunia nyata maupun tidak nyata. Yang dan Yin adalah dua aspek yang saling berlawanan dan keduanya sama-sama mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia. Yang bersifat terang, aktif, laki-laki, panas, kering, dan positif, sedangkan Yin bersifat gelap, pasif, perempuan, teduh, basah dan negative. dengan adanya interaksi antara keduanya ini maka lahirlah alam dan seisinya. Mereka saling melengkapi, namun hubungan mereka adalah berjenjang. Yang selalu dianggap lebih besar daripada Yin, yaitu seperti model dimana laki-laki selalu besar mendominasi dalam masyarakat patrilinial. Apa yang terjadi dalam masyarakat patrilinial adalah mengambil model dari apa yang terjadi dalam hubungan Yin dan Yang.
Yin dan Yang mewakili dua kekuatan mendasar yang membuat dan menyelaraskan Semesta. Yin adalah sisi hitam dengan titik putih pada bagian atasnya dan Yang adalah sisi putih dengan titik hitam pada bagian atasnya. Hubungan antara Yin dan Yang sering digambarkan dengan bentuk sinar matahari yang berada di atas gunung dan di lembah. Yin (secara harafiah yaitu tempat yang teduh) adalah daerah gelap yang merupakan bayangan dari gunung, sementara Yang (secara harfiah yaitu tempat yang terang atau cerah) adalah bagian yang tidak terhalang oleh gunung. Yin dan yang inilah yang membuat alam menjadi harmonis dan baik. Yin mengandung sifat-sifat : diam, beku, padat, gelap, betina, dingin, lembut dan sebagainya. Sedang Yang mengandung sifat-sifat : gerak, cair, terang, jantan, panas dan sebagainya. Sifat Yin berlawanan dengan sifat Yang. Namun, perpaduannya merupakan suatu keharusan untuk alam ini agar berfungsi dengan harmonis. Perpaduan Yin dan Yang merupakan syarat berlangsungnya dunia dan isinya. [3]
Menurut Kosmologi orang Cina, semua manusia mempunyai hubungan erat  secara pribadi dengan kosmos sehingga terlihat bervariasinya hubungan-hubungan itu dalam kehiduan sehari-hari. Menurut kosmologi cina  bahwa manusia dan alam (alam yang lebih luas) dihubungkan  oleh Tao. Orang Cina berpendapat bahwa  segala sesuatu yang ada di alam ini ada kesesuaian dengan tao.Tao diterjemahkan sebagai jalan  atau cara. Ajaran Tao telah membuat  agar alam dapat selaras dengan jalan hidup manusia.konsep Tao berkembang  dari pemikiran Cina  tentang  kosmos atau alam.orang Cina mengamati  bagaimana  alam menjalani siklus yang teratur,serta bagaimana  hasil pertanian dan nasib mereka bergantung pada alam.manusia dan alam mengikuti hukum  yang sama yaitu Tao.
Sebagai sebuah Prinsip  Tao berasal dari keseimbangan,satu berlawanan sebagai sebuah proses tao juga  menjadi perubahan yang teratur dan bersiklus,seperti musim  panas menjadi   musim dingin. Dengan memahami  prinsip Tao,  Ahli Feng Shui dapat mengupayakan keseimbangan agar keharmonisan  antara manusia dengan alam (alam yang lebih besar). Dapat mewujudkan alam yang tidak teratur  menjadi teratur dan dia(ahli Feng shui) dapat menjadi perantara antara manusia dengan roh-roh, dewa-dewa,   dan roh-roh leluhur tersebut  dengan keturunannya.
Peraturan-peraturan manusia harus sesuai dengan tao dan orang pertama yang terkait  dengan norma-norma terkait adalah kaisar,yang diyakini mewakili langit dan bumi. Kebijakan pemerintah akan mendapat pujian dari rakyat jika kebijakan sesuai dengan tao. Kalau negara diperintah dengan baik orang akan berkata, bahwa langit (thian)  telah memerintah Negara itu. Untuk menjaga keselamatan Negara,kaisar  mempersembahkan  korban pada dewa langit  yang dilakukan melalui pemujaan  di tempat-tempat yang telah ditentukan, seperti Thian dan tempat-tempat suci yang lainya yang digunakan oleh kaisar  untuk memuja dewa langit adalah kuil-kuil dan untuk memuja leluhur biasanya  di tempat suci atau disucikan atau kuil-kuil yang ada dirumah.
Menurut kosmologi orang Cina Bahwa seorang kaisar memimpin  Dunia bukanlah dilihat dari prestasi  yang di peroleh, tetapi  didasarkan pada Anugrah yang di limpahkan oleh dewa langit kepadanya. Begitu juga seorang yang menjadi pemimpin atau kepala pemerintahan di dunia, bukan saja didasarkan atas usaha keras dan prestasinya, tapi juga atas pemberian dari leluhur mereka yang sudah mati. Untuk mewujudkan rasa terima kasih itu harus melakukan pemujaan dengan menyuguhkan korban agar dewa langit dan leluhur tidak marah kepadanya. dari sini telah melahirkan konsep pemujaan leluhur pada orang Cina, karena mereka beranggapan bahwa leluhur atau roh nenek moyang mereka senantiasa hidup di langit dan mengatur atau memberi petunjuk bagi kehidupan keturunan mereka di dunia dan mereka dianggap wakil dari langit atau Thian atau Tuhan. Jika langit atau Thian diyakini menguasai alam dan seisinya dalam lingkup yang luas (tanpa batas), maka leluhur diyakini menguasai keturunannya dan memberikan bimbingan dalam lingkup yang lebih kecil yaitu sebatas pada mereka yang memiliki hubungan kekerabatan pada leluhur. [4]
Asal-Usul Alam menurut Kosmologi China
Keterangan tentang terbentuknya alam semesta menurut pemikiran Cina terdapat dalam kitab Yi Jing, kitab ini menjadi rujukan utama untuk memahami konsep kosmologi (ilmu tentang alam semesta). Teori asal-usul dunia yang terdapat dalam kitab Yi Jing disepadankan dengan teeori kosmologi/fisika yang menyatakan bahwa terciptanya alam semesta dimulai dengan sebuah  ledakan besar yang melahirkan materi-materi dengan tingkat kepadatan tinggi, yang terus berputar menghasilkan galaksi, tata surya dan planet.
Menurut salah satu penafsiran, kitab Yi Jing, pada awalnya adalah kehampaan, tidak ada dunia. Untuk sekali waktu yang ada hanyalah kehampaan. Setelah kehampaan disusul oleh kekacauan. Kehampaan berganti kekacauan dengan tingkat energi yang tinggi. Setelah terjadi kekacauan muncullah gas, disusun energy serta materi-materi. Alam semesta disini masih dalam bentuk yang tak jelas dengan gerakan yang tak teratur. Sampai saat, muncullah keteraturan atau hukum alam atau azas alam. Hukum ini mengatur materi-materi yang tersebar di alam, hingga saat alam semesta menampilkan bentuknya mendekati seperti  yang ada sekarang.
Fungsi dari alam semesta mencapai kesempurnaan setelah munculnya Tai Ji. Tai Ji merupakan perpaduan unsurb Yin dan Yang. Perpaduan Yin dan Yang inilah yang membuat alam menjadi berjalan seimbang dan harmonis.[5]
Konsep Dao 
Konsep Yin dan Yang juga berpengaruh dalam memberi arti pada Dao. Dalam pengertian ini, Dao diartikan sebagai 1 (satu) Yin dan 1 (satu) Yang. Dao berarti adalah keseimbangan sempurna, karena telah mengandung Yin-Yang. Dengan kesempurnaannya, Dao merupakan standar bagi seluruh alam ini.
Dao menghasilkan ketunggalan (Yin dan Yang). Dari ketunggalan dihasilkan dwitunggal, yaitu langit dan bumi, dari dwitunggal ini dihasilkan tritunggal yaitu manusia, untuk kemudian menghasilkan segala benda. Oleh karena itu, dapat dikatakan : standar manusia adalah bumi, standar bumi adalah langit, standar langit adalah Dao, dan standar Dao adalah kealamian (ziran).
Proses penghasilan isi alam dari Dao sampai benda-benda ini tidak dijelaskan dalam Kitab Yi Jing, karena isi kitab ini lebih merupakan ajaran yang harus dipercayai, bukan untuk diperdebatkan. Kitab ini juga sering disebut sebagai Kitab Penujuman atau Peramalan tentang kejadian dan kerja alam semesta.[6]
 B.     Yin dan Yang dalam Hubungan
Yin dan Yang bergabung Ketika keduanya diterima sebagai kebenaran Larut menjadi suatu sintesis Menjadi ketunggalan yang tidak terbatas yaitu: Anda!”(C. Alexander Simpkins)
Dengan intuisi, kita dapat menangkap kekuatan unsure-unsur ini ketika kita mengolah kepekaan yang tepat. Mengikuti aliran Yin dan Yang, kita akan dengan aman mengarungi samudra kehidupan. Percayalah terhadap kekuatan ini dan berdamailah dengan arus vitalitas dalam kehidupan yang tidak terelakkan. Keseimbangan akan muncul sendiri secara alami. Hubungan Yin dan Yang memberi kita pemahaman yang cerdas atas realitas.
Hubungan Timbal Balik
Dalam teori psikologi yang secara luas diterima tentang cara berkembangnya anak-anak menjadi dewasa, Jean Piaget menyatakan bahwa fungsi intelektual yang matang mensyaratkan kita untuk melangkah keluar dari persepsi kita sendiri dan secara imajinatif memasuki persepsi orang lain. Tanpa melakukan hal ini, perkembangan intelektual akan terhambat dan terbatas. Bagi orang yang waras dan matang, keberadaan kita bukanlah pusat dari alam semesta.
            Hubungan timbal balik adalah suatu pengertian fundamental tentang realitas. Kita mencakupkan hubungan ini dalam pengertian tentang orang lain, benda, dan peristiwa.
“Seiring tumbuhnya anak menjadi lebih besar, mereka tidak lagi menganggap ekspresi seperti “di depan” atau “di balik” dalam pengertian mutlak yang mengindikasikan ciri objek. Sebaliknya, mereka mulai menangkap ciri relasional dari objek-objek di dunia. Istilah seperti “asing” tidak dianggap menandakan suatu ciri mutlak dari orang yang bersangkutan, melainkan lebih merupakan suatu relasi timbal balik. Jadi, jika A asing bagi B, maka B asing bagi A. Dalam suatu hubungan timbal balik, si individu dapat melihat dari sudut pandang orang lain, dan bukan semata-mata dari sudut pandangnya sendiri. ”  (Piaget, dalam Rosen 1977, 54)

Piaget menunjuk sesuatu yang telah lama dianut oleh Taoisme: sudut pandang yang matang mengenai realitas didasarkan pada pemahaman atas hubungan yang sejati. Menjadi satu dengan kodrat intuitif segala hal dan pemahaman hubungan akan terjadi dengan sendirinya. Melalui visi Yin dan Yang, hubungan menjadi seimbang ketika persepsi juga merengkuh sudut pandang orang lain.
            Perkembangan dalam hidup bersifat interaktif, tidak satu arah. Orang tua mempengaruhi anak, dan anak pun memberikan dampak terhadap orang tua. Masyarakat mempengaruhi para anggotanya, sebagaimana para individunya pun dapat memberikan perubahan yang langgeng dalam masyarakat. Semuanya berada dalam suatu interaksi bersama.[7]
Lima Unsur
Segala sesuatu yang kita jumpai terdiri dari lima unsure yang dipercayai orang China sebagai dasar kehidupan: air, kayu, logam, tanah, dan api. Karena mereka menganggap bahwa keseluruhan alam semesta terus-menerus berubah dan selalu berganti, maka unsure-unsur pun selalu berganti melalui interaksi satu sama lain. Sejumlah interaksi bersifat saling melengkapi, tetapi ada pula yang saling bertentangan. Misalnya, kayu menghasilkan api sehingga keduanya saling melengkapi. Sedangkan air menyingkirkan api, sehingga kedua unsur ini menjadi pasangan yang saling bertentangan. Kalau kita menyimak dunia di sekitar kita, maka kita akan menyaksikan bagaimana unsure-unsur berubah. Kita dapat mengamati daur yang destruktif, sebagai contoh: ketika air menguap atau kayu yang membusuk. Tetapi sebaliknya, terjadi daur yang regenerative, misalnya: ketika air mengembun dan pepohonan baru tumbuh. Orang China percaya bahwa benda memang ada, tetapi keberadaan itu dibatasi waktu di dalam daur perubahan yang tidak terelakkan.[8]
Sebuah model alternative, model ini selalu dikombinasikan dengan Yang dan Yin yang didasarkan pada Wuxing, suatu  pengertian dengan berbagai cara yang diterjemahkan sebagai lima elemen atau lima bagian, lima agen, lima fase atau tahap, atau lima kualitas operasional. kayu, api, tanah, logam, dan air: Wuxing berhubungan dengan lima pengertian, lima organ dalam, lima suara, lima warna, lima kebaikan, dan lima hubungan. 
ü  mereka (Yang dan Yin) mengontrol petunjuk (Timur, Barat, Utara, Selatan dan Tengah)
ü  mereka (Yang dan Yin) melahirkan yang lainnya atau yang ada di alam ini : kayu menghidupkan api, api menghidupkan bumi, bumi menghidupkan logam, dan logam menghidupkan air.
ü  mereka juga mengontrol semua yang ada di bumi : air mengontrol api, api mengontrol logam, logam mengontrol bumi, bumi mengontrol air.
Uraian pola yang lebih banyak lagi terdapat dalam delapan trigram dan 66 heksagram dari perubahan-perubahan klasik dan 10 cabang yang amat menyenangkan (kesurgaan) dan 12 batang (dahan) keduniaan yang dipergunakan untuk perhitungan dan menghitung ramalan.
Terdapat dalam unsure alam yang baik tersebut atau cerminan dari unsure yang tapi bersifat tidak nyata, ialah roh-roh leluhur, roh-roh selain leluhur, dan dewa-dewa, seperti dewa bumi, Tso Chun (dewa dapur), dewi Kwan Im, atau Guan Yin, dewa Kwan Kong atau Guan Gong, Tin Haw dan lain-lain yang menjadi pelindung hidup orang Cina, dan selalu di puja. Dari semua dewa ini, Kwan Im dianggap sebagai tokoh buddha, Kwan Kong dianggap sebagai tokoh konfusius dan Tin Haw dianggap sebagai dewi tao.  Semua roh dan dewa yang disebutkan diatas dikelompokkan oleh orang cina sebagai Shen yang dapat diartikan sebagai roh atau jiwa. sedangkan unsure alam yang tidak baik merupakan cerminan dari unsure Yin yang bersifat tidak nyata ialah Kwei yang juga dikenal sebagai hantu-hantu atau siluman.
Berdasarkan keyakinan orang China, salah satu cara untuk menghindarkan manusia dari pengaruh tidak baik yang datang dari roh-roh leluhur adalah memakamkan orang tuanya atau leluhur mereka sesuai dengan aturan-aturan ilmu feng shui yaitu dimulai dari menentukan tempat pemakaman, melakukan pemujaan  leluhur dan memberikan kebutuhan-kebutuhan oleh leluhur. Dapat juga dengan menempatkan bhaat gwa (sebuah kaca atau gambar yang memiliki delapan sisi dan setiap sisi mewakili arah mata angin) di tempat-tempet yang dianggap oleh ahli feng shui memiliki pengaruh jahat, seperti di atas pintu dan juga menggunakan phu atau jimat yang mereka dapar dari loya atau dukun ataupun dari ahli feng shui.[9]
<a href="http://www.tripadvisor.co.id/LocationPhotos-g297712-d1214222-Sam_Po_Kong_Gedong_Batu_Temple-Semarang_Central_Java_Java.html"><img alt="Potret Klenteng Sam Po Kong ( Gedong Batu), Semarang" src="http://media-cdn.tripadvisor.com/media/photo-s/01/50/95/73/sumwhere-in-one-of-china.jpg"/></a><br/>Foto <a href="http://www.tripadvisor.co.id/Attraction_Review-g297712-d1214222-Reviews-Sam_Po_Kong_Gedong_Batu_Temple-Semarang_Central_Java_Java.html">Klenteng Sam Po Kong ( Gedong Batu)</a> ini merupakan hak milik TripAdvisor
Kelenteng Sam Po Kong, atau dikenal juga dengan kelenteng Gedong Batu, dipercaya sebagai petilasan dari kedatanagn Laksamana ceng Ho di pesisir Utara Jawa. Dipercaya kawasan ini dulunya merupakan bibir pantai, diperkuat dokumen kerajaan Demak saat itu juga menyebutkan bahwa memiliki pelabuhan yang cukup besar di daerah bergota Semarang, kawasan yang terletak +/1 1,5 km di timur kelenteng ini. Walaupun Ceng Ho sendiri muslim, namun tradisi Tiong Hoa yang kuat untuk memuja leluhur, membuat kawasan ini diperjuangkan para kaum keturunan Tiong Hoa. Bahkan saat Johannes, tuan tanah Belanda-Yahudi yang memiliki kawasan ini melarang kaum Tiong Hoa bersembahyang di kelenteng ini, orang Tiong Hoa berhimpun, dan atas sponsor dari Oei Tiong Ham, oarang terkaya se Asia saat itu yang asli Semarang, lahan itu dibeli dan dibbaskan. Saat ini kelenteng ini sedang direnovasi. Dari segi fisik, mungkin kelenteng ini termasuk yang terbesar di Indonesia...

Selasa, 22 Mei 2012

Tao di China dan Indonesia


Pendahuluan
Taoisme sebagai organisasi keagamaan muncul di China pada abad ke 2 M. Namun sebelumnya taoisme diperaktekan secara turun - temurun oleh orang-orang cina sejak lao-tse meninggalkan ajarannya untuk kepentingan orang - orang yang membutuhkannya atau haus dengan ajaran-ajaran dan guru tua yang bijaksana.
Taoisme adalah salah satu dari agama pribumi orang cina dan ajaran-ajarannya diambil dari tradisi klasik termasuk Huang - lao, suatu tradisi yang diajarkan setelah huang d I (cerita raja kuning ), lao-tzu dan diikuti oleh para pengikt-pengikutnya yang setia selama dinasti Han yang berkuasa di bagian barat cina (206 SM-24 M) sampai sekarang ini. 

A.    Sejarah  Dan Perkembangan Agama Tao Di China Dewasa Ini
Taoisme sebagai organisasi keagamaan muncul di Cina pada abad ke – 2M. Namun sebelumnya Taoisme dipraktekan secara turun temurun oleh orang – orang Cina sejak Lao – tse meninggalkan ajarannya untuk kepentingan orang – orang yang membutuhkannya atau haus dengan ajaran – ajaran dari guru tua yang bijaksana.
Taoisme salah satu dari agama pribumi orang china dan ajaran – ajarannya diambil dari tradisi klasik termasuk Huang – Lao, suatu tradisi yang diajarkan setelah Huang di ( cerita raja kuning ), Lao – tzu dan diikuti oleh para pengikut – pengikutnya yang setia selama dinasti Han yang berkuasa di bagian barat china ( 206 SM – 24 M ), sampai sekarang ini.[1]
Taoisme sekarang di Cina dibagi dalam dua sekte besar, yaitu :
  1. Taoisme Perdamaian Besar ( Taoism Of Great Peace )
  2. Taoisme Lima Gantang Beras ( Five Bushels Of Rice )
Tapi hanya taoisme lima gantang beras yang dapat hidup dan berlangsung sampai sekarang ini, sedangkan taoisme perdamaian besar dilarang oleh penguasa – penguasa feudal, mungkin organisasinya atau ajaran – ajarannya dianggap dapat membahayakan kepentingan Negara China. Sebagaimana kita ketahui bahwa China dikuasai oleh komunis dan keyakinan keagamaan penduduk sangat dikontrol oleh pemerintah.
Segala sesuatu yang dianggap merugikan kepentingan komunis akan segara dimusnahkan bahkan tidak diberi kesempatan untuk hidup. Kasus serupa juga terjadi pada ajaran Khonghucu, sehingga Khonghucuisme sulit berkembang di China, karena ajaran – ajarannya dianggap dapat membawa orang china kembali ke system lama, system dimana orang china berada dibawah kekuasaan Raja. Zhang Doaling ( juga dikenal sebagai kelompok guru surga ) dia adalah yang memunculkan Taoisme Lima Gantang Beras dan dianggap pendiri dari Taoisme sekarang ini.
Akibat dukungan dari para raja – raja Tang ( 618-907 ) dan dinasti – dinasti Song. ( 960-1279 ),Taoisme berkembang sampai sekarang dan menjadi agama penting di Cina, selain Buddha dan agama Khonghucu ( Konfusius )
Ada tiga buah buku yang penting bagi para penganut Tao, yaitu :
-          The Book of The Way Power ( Tao Te Jing )
-          The Book of Chuangtzu
-          The Book Great Peace
Lao – tzu yang pertama kali mendirikan sekolah Qin Taoist, dipuja sebagai nenek moyang Taoisme, dan ide mengenai jalan ( Tao ) yang terdapat dalam The Book of The Way Power merupakan dasar dari Agama. Para pengikut Taoisme meyakini bahwa jalan ( Tao ) asal mula dari alam dan menciptakan semua makhluk – makhluk hidup, oleh karena itu mereka memuja semua yang hidup di alam dan segala sesuatu yang lain yang diciptakan oleh alam.
Pada abad ke 12, Taoisme sedikit demi sedikit dibagi dalam du bagian yaitu : Taoisme Chuan – Chen dan Taoisme Cheng – i. Pendeta – pendeta dari Taoisme Chuan – Chen meninggalkan keluarga mereka dan hidup di klenteng – klenteng atau wihara – wihara. Mereka tidak makan daging – daging dan hidup dengan penuh kesederhanaan untuk menjadi abadi. Banyak pendeta Taoisme Cheng – I hidup dengan keluarganya dan tidak menolak makan daging, dan umumnya mereka membantu orang lain untuk mendapatkan keberuntungan dan menjauhkan diri dari hal – hal yang jelek.[2]
Diantara banyak dewa dipuja oleh para penganut agama Tao, Tuhan maha pencipta, Tuhan adalah roh yang suci, dan Tuhan adalah jalan penguasa ( Lao tze ) yang dipandang sebagai dewa – dewa tertinggi, dan Tuhan jalan dari kekuatan, juga dikenal sebagai Tuhan Lao Tze tertinggi, yang dipuja oleh banyak orang secara luas, terutama dikalangan penganut Tao di Tiongkok.
Banyak dari klenteng – klentengnya Tao di bangun di atas gunung, dimana menurut tradisi keabadian menjadi hidup atau para pengikut Taoisme di masa lampau telah mempraktekan hidup sederhana dan menjadi abadi. Klenteng – klenteng atau tempat – tempat ibadah para penganut Tao yang terkenal adalah Baiyun ( awan putih ) sebuah klenteng yang terletak di kota Beijing ( ibukota Tiongkok ).
Pada masa sekarang terdapat tidak kurang dari 1600 klenteng Tao di China, dan lebih dari 25.000 rumah – rumah pendeta dan pendeta wanita Tao yang setiap hari mengabdikan dirinya untuk kepentingan agama maupun pelayanan pada umat Tao yang membutuhkan pertolongannya.
Sebagai agama yang setara dengan agama – agama dunia lainnya, agama tao juga memiliki organisasi keagamaan. Organisasi agama tao di china dibangun pada tahun 1975 tepatnya di kota Beijing, yang merupakan suatu organisasi dunia atau internasional, yang dipimpin oleh Min Zhiting. Organisasi ini muncul ditengah – tengah masyarakat dan hidup bersama –sama dengan organisasi keagamaan lainnya. Untuk memajukan dan mengembangkan kebudayaan tao masa lampau, organisasi agama Tao telah menerbitkan banyak karya – karya klasik Tao.
Organisasi Tao di China mempunyai sebuah jurnal yang diberi nama China Tao ( Tao orang China ) yang diterbitkan beberapa bulan sekali yang diedarkan ke rumah – rumah, terutama para penganut Tao yang berlangganan, dan keseluruh dunia. Dengan diterbitkannya jurnal agama Tao ini, maka para penganut agama Tao di seluruh china dan dunia dapat mengetahui perkembangan agama tao setiap tahunnya di china. Perkumpulan Tao ini juga masuk dalam anggota dari perkumpulan dunia mengenai agama dan perlindungan lingkungan.
Selain itu di China juga terdapat  lembaga pendidikan tao, yang setingkat akademi. Akademi Tao China ini, didirikan pada tahun 1990, menyediakan kelas khusus untuk mengajar murid – murid menjadi personil menejer di klenteng – klenteng Tao dan menyediakan kelas yang lebih tinggi untuk melakukan penelitian dan mengajarkan ajaran Tao. Ratusan mahasiswa telah menyelesaikan pendidikannya di akademi yang telah dibentuk ini. Mahasiswa yang telah menamatkan pendidikan ini, telah bekerja disegala bidang pekerjaan, khususnya yang berhubungan dengan keagamaan Tao.
Agama tao di China telah melakukan hubungan dengan agama Tao diseluruh dunia, khususnya dalam 20 tahun yang lalu, sejak orang – orang China menerapkan reformasi dan politik terbuka. Perkumpulan Tao China dan klenteng – klenteng Tao di berbagai tempat yang berbeda di China saling berhubungan dan pertukaran kunjungan dengan pendeta – pendeta Tao dan organisasi – organisasi Tao di seluruh dunia.
Pada tahun 1993, pengikut Tao dari klenteng – klenteng  di daratan China, Hongkong dan Taiwan bersama – sama mengadakan upacara besar di klenteng Baiyun di kota Beijing. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari para pendeta Tao di China tahun 2004, bahwa agama Tao di China pada saat ini menempati urutan kedua terbesar dari agama Buddha, dan mereka dapat hidup berdampingan dengan agama lain di China.[3]
  1. B.     Perkembangan Agama Tao Di Indonesia
Pada zaman orde baru, agama Tao terbelenggu oleh pemerintah. Tidak boleh ada yang berbau Tao, termasuk juga tradisi – tradisi agama Tao, seperti Tahun baru imlek dan upacara – upacara ritual keagamaan, dan lain sebagainya. Akibatnya generasi yang lahir pada zaman orde baru itu menjadi kehilangan identitas dan tidak tahu lagi apa agama Tao itu sebenarnya, dan masyarakat yang menganut agama tao pada saat itu diminta untuk pindah ke agama lain, dan hanya tinggal tersisa sedikit orang yang masih setia menganut agama Tao, meski tidak secara terbuka.
Yang lainnya masih menganut agama Tao, tetapi karena mereka takut dan dibatasi – dibatasi oleh pemerintah, kemudian hanya tahu sembahyang saja, tetapi tidak tahu lagi ritual – ritual Tao lainnya. Bahkan banyak yang menjurus ke pemahaman mistis / tahayul.
Hal itu diperparah dengan adanya hal – hal yang menjelekan agama Tao itu sendiri dari kelompok tertentu, seperti misalnya agama Tao itu penyembah berhala dan tidak percaya kepada Tuhan. Selain itu juga agama tao adalah agama yang kuno, karena masih bersembahyang di kelenteng yang gelap. Kemudian mereka ikut agama yang lebih modern, misalnya saja bisa beribadah di mall atau bioskop. Hal inilah yang menjadikan anak muda lebih tertarik kepada hal keduniawian seperti itu.
Akibatnya ketika saat sekarang ini generasi – generasi muda ( khususnya orang Tionghoa beragama Tao ) yang identitasnya sudah dihilangkan menjadi tidak mengerti, dan orang tua yang hidup dan membawa agama tao ke Indonesia sudah pada meninggal dan tidak mewariskan kepada anaknya, menjadi tidak tahu juga tentang agama tao.
Jadi tidaklah heran kalau ada anak kecil sekarang bertanya kepada orang tuannya : “ pak kok kita sembahyang sich ? Memangnya agama kit apa ?” Bapaknya yang kebingungan dan tidak tahu mesti jawab apa, yah tinggal bilang, “ Nak ini agama leluhur, sejak dulu kakek buyut kamu sudah bersembahyang seperti ini.” Inilah asal muasal kata agama leluhur.
Gara – gara masalah seperti diataslah agama Tao jadi terpuruk sedemikian hingga saat ini. Saat ini banyak yang sudah tidak lagi mengenal ajaran Tao, dan lebih berfokus pada ajaran “ gado – gado “ atau ajaran agama lain. Ini adalah salah satu masalah yang harus dihadapi, yaitu bagaimana menarik kembali umat yang sudah keluar atau pemahamannya sudah melenceng jauh.
Yang harus dilakukan saat ini adalah bagaimana membuat agama Tao menjadi sebuah agama resmi di Indonesia, karena hal ini sudah banyak di negara – negara luar seperti singapura, China, bahkan Amerika serikat pun ada.
Menurut pemakalah jika langkah tersebut diambil maka dengan demikian baru dapat meluruskan kembali ajaran mengenai agama Tao. Tapi kalau seandainya langkah itu yang di ambil, maka akan ada “ yang dikorbankan “ dalam hal ini adalah mereka – mereka yang tidak mengenal Tao, tetapi melaksanakan praktik dalam agama Tao.
Banyak sumber daya yang diperlukan untuk lebih memperkenalkan Tao ini keseluruh lapisan masyarakt Indonesia, diantaranya uang, waktu dan sumber daya manusia.[4]
Uang : tidak semua umat Tao adalah konglomerat yang memiliki dana, ada juga umat tao yang hidup pas – pas- an atau melarat.
Waktu : dalam agama Tao tidak ada yang hidup mengkhususkan diri dalam menyebarkan agama tao. Semua umat Tao haruslah mandiri, bekerja dan menghasilkan uang untuk keperluannya masing – masing.
Sumber daya manusia : diperlukan banyak keahlian untuk mengembangkan Tao, tidak cukup hanya mampu menjabarkan ajaran Tao.
  1. Praktek keagamaan Tao 
Berikut adalah beberapa praktek keagamaan Tao
  • Asal Usul Adanya Sam Seng Dan Persembahan Pada Dewa
  • Yin Shen Jie Fu [Ying Sen Ciek Fuk]
  • Upacara Pernikahan
  • Upacara Kematian
a. Asal Usul Adanya Sam Seng Dan Persembahan Pada Dewa
  Pada jaman dahulu sudah banyak orang-orang yang datang ke klenteng mencari Tao Se - Tao Se (Guru-guru Tao) untuk meminta bantuan atau pertolongan. Ada yang menanyakan nasib dan jodoh mereka, dan ada juga untuk penyembuhan penyakit-penyakit serta meminta obat-obatan. Tetapi pada bulan-bulan tertentu Tao Se - Tao Se itu tidak ada di klenteng karena mencari obat-obatan di hutan atau di pegunungan, seperti ginseng, jamur, dan lain-lainnya. Dalam pencarian obat ini dibutuhkan waktu berbulan-bulan lamanya.
               Untuk itu para Tao Se membuat Sam Seng supaya masyarakat atau orang-orang yang datang dari jauh tidak kecewa karena Tao Se nya tidak berada di tempat. 
Masyarakat yang tertolong kemudian membawa oleh-oleh untuk Tao Se - Tao Se tersebut sebagai tanda terima kasih. Karena Tao Se - Tao Se tidak berada di tempat, maka diletakkan di atas meja sembahyang. Ada juga yang datang membawa persembahan kepada Dewa.
Dari sinilah timbulnya kebiasaan mempersembahkan sesuatu kepada Dewa. Pemberian persembahan kepada Dewa ini kemudian menimbulkan persaingan di antara masyarakat itu sendiri, sehingga timbullah persembahan Sam Seng.
Di mana menurut pandangan masyarakat waktu itu Sam Seng mewakili 3 jenis hewan di dunia, yaitu babi untuk hewan darat, ikan untuk hewan laut, dan ayam untuk hewan udara. Demikianlah persembahan ini berlangsung secara turun-menurun sampai sekarangpun masih ada. Dalam Tao, Sam Seng tidak digunakan sebagai persembahan kepada Dewa.  Jadi cukup dengan buah-buahan saja, antara lain: apel, pear, jeruk, anggur, dll. Yang penting adalah buah-buahan yang segar dan tidak berduri serta serasi dipandang mata. 
b. Yin Shen Jie Fu [Ying Sen Ciek Fuk] - Sembahyang Tahun Baru Imlek 

              Biasanya satu minggu sebelum tanggal satu bulan satu Imlek, yang sudah berumah tangga, semua anggota keluarga membersihkan rumah secara keseluruhan. Semua Hu yang sudah berubah warna (agak keputihan) dilepas dan diganti dengan baru, Hu yang lama dibakar.
         Meja sembahyangan dibersihkan, patung-patung Dewa Dewi diturunkan, dicuci dengan sabun dan dibilas dengan air bunga agar bersih dan wangi. Nah meja sembahyangan dan patung-patung ditata kembali dengan rapi dan siap menyambut tahun baru.
c. Persiapan apa saja yang dibutuhkan:
         Satu atau dua hari sebelum hari H tiba, yaitu tanggal satu bulan satu tahun baru Imlek. Buah-buahan dengan jumlah masing-masing lima buah, lima jenis (apel, jeruk, pear, anggur, jeruk besar, dll) dan rangkap dua, artinya untuk meja sembahyangan Thian Kung satu set dan untuk meja sembahyangan yang didalam rumah satu set. Hindari memilih jenis buah yang berduri (salak, nanas, dan lainnya). [5]

        Meja sembahyangan Tian Gong [Thian Kung] disiapkan. Kemudian Hio besar sesuai kebutuhan, minimum dua batang. Hio kecil secukupnya tergantung anggota keluarga yang ingin sembahyang, masing-masing anggota 12 batang Hio pada tiap meja sembahyang.
        Lilin yang pantas 2 batang tiap meja (jangan terlalu tinggi dan besar) sebagai penerangan. Bunga segar untuk meja bila mampu, sebagai pewangi. Xiang Lu [Hio Lo / tempat Hio] untuk meja Tian Gong. Bila tidak ada yang permanen, dapat dibuat dari kaleng susu besar, dibungkus dengan kertas merah dan diisi beras. Cangkir kecil (Jiu Jing), tempat teh sebanyak 5 buah untuk masing-masing meja sembahyang. Juga teh jangan lupa.
           Permen satu piring kecil sebagai pemanis untuk masing-masing meja sembahyang. Minyak wangi disemprotkan ke tangan anggota keluarga saat sebelum sembahyang. Kain merah sebagai taplak meja Tian Gong.
d. Penyusunan / Persiapan Sembahyang
           Letakkan meja Tian Gong menghadap Timur dengan langit-langit terbuka. Pasang taplak meja merah, letakkan kaca diatasnya. Susun Xiang Lu [Hio Lo], cangkir teh setengah lingkaran, lilin disamping kanan kiri, buah-buahan melingkar setengah lingkaran juga, bunga dibelakang kanan kiri meja. Permen di sebelah kanan depan meja. Demikian pula dengan susunan yang sama untuk meja sembahyang yang ada di dalam rumah.
e. Saat Sembahyang:
         Waktu sembahyang pada tanggal satu bulan satu tahun baru Imlek, jam 00:30 sampai 06:00 adalah yang paling baik. Memakai pakaian yang rapi. menyususun permohonan permintaan untuk satu Tahun Baru ini, agar tidak ada yang tertinggal. Kepala keluarga memimpin sembahyang dengan Xiang [Hio] besar satu di hadapan Tian Gong, kemudian diikuti dengan 12 Xiang [Hio] kecil. Sembah sujud seperti biasa sembahyangan , permohonan-permohonan diutarakan.
         Setelah selesai diikuti dengan anggota keluarga yang lain, mulai dari pangkat yang tertinggi menurun.Kepala keluarga melanjutkan sembahyang yang sama di meja sembahyangan dalam rumah dengan pola yang sama. Setelah semuanya selesai, tunggu sebentar, sekitar 30 menit.
         Bila situasi lingkungan tidak mengijinkan, maka meja sembahyangan Tian Gong boleh diberesin / diangkat semua persembahan yang ada, tinggalkan Xiang [Hio] nya saja. Bila situasi mengijinkan maka dapat dibiarkan sampai pagi, sampai lilin dan Xiang [Hio] terbakar habis.Kemudian pagi harinya dilanjutkan dengan adat keluarga masing-masing, seperti berkunjung kerumah orang tua, orang yang dituakan, dll.
          Pokok utama dari kita Siu Tao adalah kemantapan dan ketulusan hati (Jen Sin). Tidak perlu bermewah-mewahan, sesuaikan dengan keadaan ekonomi yang ada. Kalau "ada" baik, kalau sampai tidak adapun bukan suatu hambatan untuk Siu Tao, untuk sembahyangan Yin Shen Jie Fu. Apa-apa yang kita persembahkan, kesemuanya hanyalah penggembira 
           Ditinjau dari kaca mata manusia. Sedangkan Sen / Sien (Dewa-Dewi) sendiri, tidak makan apa yang kita persembahkan itu. Jadi ketulusan dan kemantapan hati (Jen Sin) ditambah Wu, menuju Cen-lurus (Siu Cen) itulah tujuan pokok utama kita Siu Tao.
 Kembali ke Yim Yang (Thay Cik) kita. Keseimbangan, keselarasan itulah kehidupan yang kita jalani.
f. Upacara Pernikahan.
             Dalam kehidupan seseorang, suatu pernikahan merupakan saat-saat yang penting dan tidak terlupakan. Sepasang calon pengantin akan dengan penuh semangat menyiapkan segala sesuatu untuk hari bahagia tersebut. Tentu saja hal ini memakan waktu dan tenaga yang tidak sedikit, tetapi walaupun lelah, pada wajah mereka tersirat harapan akan kebahagiaan.
            Harapan-harapan itulah yang membuat mereka berdua mempunyai keinginan agar kebahagiaan mereka tersebut dapat disaksikan dan disahkan, serta direstui oleh Thian dan para Dewa. Rasanya lebih mantap. Maka kemudian timbul berbagai upacara sembahyang di hari pernikahan, baik yang sederhana - sembahyang di rumah menghadap langit sebelah timur dengan sebuah hio diatas kepala - sampai pernikahan yang diadakan di Taokwan atau Kelenteng, tentu saja dengan berbagai pernak-perniknya.
          Dalam Tao ada ritual tersebut dan tata caranya tidak rumit. Diatas altar Maha Dewa kita, diletakkan 5 macam buah sebagai lambang dari U Fuk (Lima kebahagiaan). Di kanan-kiri hiolo terdapat 9 pasang lilin merah yang diatur dari yang pendek ke yang tinggi. Sebagai pemanis, diletakkan rangkaian bunga. Ada pula yang memasang kain merah untuk semakin memeriahkan ruangan.
         Begitu tiba, pengantin dijemput oleh sepasang Huang Ie yang bertugas sebagai penjemput pengantin. Mereka dibawa ke ruang upacara dengan diiringi lagu Kwe Ming Li. Upacarapun segera dimulai. Pemimpin upacara yang berjumlah 3 orang memimpin para Fu Fak untuk sembahyang. Setelah para Fu Fak berdiri di kanan-kiri tempat upacara, barulah pengantin dan orang tua mereka diantar ke depan altar untuk sembahyang, diiringi lagu Kung Huo. Pengantin beserta orang tua sembahyang dengan menggunakan 1 hio besar dipimpin oleh salah seorang pemimpin upacara.
           Seusai sembahyang, orang tua pengantin dipersilahkan duduk di tempat yang telah disediakan. Orang tua mempelai pria di sebelah kanan dan orang tua mempelai wanita di sebelah kiri. Acara Cing Ciu (Mempersembahkan arak) dimulai. Dengan diiringi lagu Syiek Suang Jing atau terima kasih, kedua mempelai Kui (bersujud) mempersembahkan arak sebagai lambang hormat serta terima kasih mereka kepada orang tua yang telah membesarkan, mendidik serta memberikan kasih sayang sehingga dewasa dan dapat mulai menempuh sebuah kehidupan sendiri yang mandiri.
           Acara dilanjutkan dengan suatu Tanya jawab antara pemimpin upacara dengan pengantin. Para pemimpin upacara berhak menilai apakah kedua mempelai memang cukup layak secara mental untuk membangun sebuah rumah tangga sendiri. Selanjutnya adalah Acara Tukar Cincin. Dengan diiringi lagu Se Yen (Kuucap janji), mempelai berdua saling mengikatkan diri. Para pemimpin upacarapun memberikan beberapa nasehat yang berguna dalam kehidupan pernikahan mereka kelak. Puncaknya pernikahan disahkan dengan memberikan simbol berupa kalungan hati kepada masing-masing pengantin, yang kemudian disatukan dengan sebuah kalungan besar berbentuk hati juga, sebagai tanda bersatunya dua hati. Hadirin serentak memberikan tepuk tangan sambil menyanyikan lagu Cu Fuk, yang berarti selamat berbahagia.
            Upacara diakhiri dengan ucapan selamat dari para pemimpin upacara beserta Fu Fak yang lalu diikuti oleh keluarga dan hadirin. Sebelum meninggalkan Taokwan, kedua mempelai sembahyang mengucapkan terima kasih. Lagu Gembira Ria dan Tao Ciao Ti Ce (Umat Tao)mengantar kepergian mereka. Demikianlah, dua buah hati telah menjadi satu, bahu membahu menempuh sebuah kehidupan yang baru.
g. Adat upacara kematian Taoisme dilator belakangi hal-hal berikut:
Mereka mempercayai bahwa dalam relasi seseorang dengan Tuhan atau kekuatan-kekuatan lain yang mengatur kehidupan baik langsung maupun tidak langsung, berlaku hal-hal sebagai berikut:
• Adanya reinkarnasi bagi semua manusia yang telah meninggal (cut sie)
• Adanya hukum karma bagi semua perbuatan manusia, antara lain tidak mendapat keturunan.
• Leluhur yang telah meninggal (arwah leluhur) pada waktu-waktu tertentu dapat diminta datang untuk dijamu (Ce’ng be’ng)
• Menghormati para leluhur dan orang pandai (tuapekong)
• Kutukan para leluhur, melalui kuburan dan batu nisan yang dirusak (bompay)
• Apa yang dilakukan semasa hidup (di dunia) juga akan dialami di alam akhirat. Kehidupan sesudah mati akan berlaku sama seperti kehidupan di dunia ini namun dalam kualitas yang lebih baik.`2
  1. Upacara-Upacara Yang Dilaksanakan dalam Kematian
Upacara kematian terdiri atas empat tahap yaitu sebelum masuk peti , upacara masuk peti dan penutupan peti , dan upacara pemakaman.
  1. Belum masuk peti
  2. Upacara masuk peti dan penutupan peti
  3. Upacara pemakaman
  4. Upacara sesudah pemakaman
  1. Semenjak terjadinya kematian, anak-cucu sudah harus membakar kertas perak (uang di akhirat ) merupakan lambang biaya perjalanan ke akhirat yang dilakukan sambil mendoakan yang meninggal.
  2. Mayat dimandikan dan dibersihkan, lalu diberi pakaian tujuh lapis. Lapisan pertama adalah pakaian putih sewaktu almarhum/almarhumah menikah. Selanjutnya pakaian yang lain sebanyak enam lapis.
  3. Sesudah dibaringkan; kedua mata, lubang hidung, mulut, telinga, diberi mutiara sebagai lambang penerangan untuk berjalan ke alam lain.
  4. Di sisi kiri dan kanan diisi dengan pakaian yang meninggal. Sepatu yang dipakai harus dari kain. Apabila yang meninggal pakai kacamata maka kedua kaca harus dipecah yang melambangkan bahwa dia telah berada di alam lain.
  1. Seluruh keluarga harus menggunakan pakaian tertentu. Anak laki-laki harus memakai pakaian dari blacu yang dibalik dan diberi karung goni. Kepala diikat dengan sehelai kain blacu yang diberi potongan goni. Demikian pula pakaian yang dipakai oleh anak perempuan namun ditambah dengan kekojong yang berbentuk kerucut untuk menutupi kepala. Cucu hanya memakai blacu, sedangkan keturunan ke empat memakai pakaian berwarna biru. Keturunan ke lima dan seterusnya memakai pakaian merah sebagai tanda sudah boleh lepas dari berkabung.
  2. Mayat harus diangkat oleh anak-anak lelaki almarhum. Sementara itu anakperempuan, cucu dan seterusnya harus terus menangis dan membakar kertas perak, di bawah peti mati. Mereka harus memperlihatkan rasa duka cita yang amat dalam sebagai tanda bakti (uhaouw). Bila kurang banyak (tidak ada) yang meratap, maka dapat menggaji seseorang untuk meratapi dengan bersuara, khususnya pada saat tiba waktunya untuk memanggil makan siang dan makan malam.>
  3. Sesudah masuk peti, ada upacara penutupan peti yang dipimpin oleh hweeshio atau cayma. Bagi yang beragama Budha dipimpin oleh Biksu atauBiksuni, sedangkan penganut Konfusius melakukan upacara Liam keng.Upacara ini cukup lama, dilaksanakan di sekeliling peti mati dengan satusyarat bahwa air mata peserta pada upacara penutupan peti tidak boleh mengenai mayat. Dalam upacara ini juga dilakukan pemecahan sebuah kaca/cermin yang kemudian dimasukkan ke dalam peti mati. Menurut kepercayaan mereka, pada hari ke tujuh almarhum bangun dan akan melihat kaca sehingga menyadarkan dia bahwa dirinya sudah meninggal.
  4. Bagi anak cucu yang “berada” (kaya), mulai menyiapkan rumah-rumahan yang diisi dengan segala perabotan rumah tangga yang dipakai semasa hidup almarhum. Semuanya harus dibuat dari kertas. Bahkan diperbolehkan diisi secara berlebih-lebihan, termasuk adanya para pembantu rumahtangga. Semua perlengkapan ini dapat dibeli pada toko tertentu.
  5. Setiap tamu-tamu yang datang harus di sungkem (di soja) oleh
  6. anak-anaknya, khusus anak laki-laki.
  7. Di atas meja kecil yang terletak di depan peti mati, selalu disediakan makanan yang menjadi kesukaan semasa almarhum masih hidup.
  8. Upacara ini berlangsung berhari-hari. Paling cepat 3 atau 4 hari. Makin lama biasanya makin baik. Dilihat juga hari baik untuk pemakaman.
  9. Selama peti mati masih di dalam rumah, harus ada sepasang lampion putih yang selalu menyala di depan rumah. Hal ini menandakan bahwa ada orang yang meninggal di rumah tersebut.
  1. Menjelang peti akan diangkat, diadakan penghormatan terakhir. Dengan dipimpin oleh hwee shio atau cayma, kembali mereka melakukan upacara penghormatan.
  2. Sesudah menyembah (soja) dan berlutut (kui), mereka harus mengitari peti mati beberapa kali dengan jalan jongkok sambil terus menangis; mengikuti hwee shio yang mendoakan arwah almarhum..
  3. Untuk orang kaya, diadakan meja persembahan yang memanjang ?2 sampai 5 meter. Di atas meja disediakan macam-macam jenis makanan dan buah-buahan. Pada bagian depan meja diletakkan kepala babi dan di depan meja berikutnya kepala kambing. Makanan yang harus ada pada setiap upacara kematian adalah “sam seng”, yang terdiri dari lapisan daging dan minyak babi (Samcan), seekor ayam yang sudah dikuliti, darah babi, telur bebek. Semuanya direbus dan diletakkan dalam sebuah piring lonjong besar.
  4. Putra tertua memegang photo almarhum dan sebatang bambu yang diberi sepotong kertas putih yang bertuliskan huruf Cina, biasa disebut “Hoe”. Ia harus berjalan dekat peti mati, diikuti oleh saudara-saudaranya yang lain. Begitu peti mati diangkat, sebuah semangka dibanting hingga pecah sebagai tanda bahwa kehidupan almarhum di dunia ini sudah selesai.
  5. Dalam perjalanan menuju tempat pemakaman, di setiap persimpangan, semua anak harus berlutut menghadap orang-orang yang mengantar jenasah. Demikian pula setelah selesai penguburan.
  6. Setibanya di pemakaman, kembali diadakan upacara penguburan. Memohon kepada dewa bumi (“toapekong” tanah) agar mau menerima jenasah dan arwah almarhum, sambil membakar uang akhirat.
  7. Semua anak – cucu tidak diperkenankan meninggalkan kuburan sebelum semuanya selesai, berarti peti sudah ditutup dengan tanah dalam bentuk gundukan. Di atas gundukan diberi uang kertas perak yang ditindih dengan batu kecil. Masing-masing dari mereka harus mengambil sekepal /segenggam tanah kuburan dan menyimpannya di ujung kekojong.
  8. Setibanya di rumah, mereka harus membasuh muka dengan air kembang. Sekedar untuk melupakan wajah almarhum.
  1. Semenjak ada yang meninggal sampai saat tertentu, semua keluarga harus memakai pakaian dan tanda berkabung terbuat dari sepotong blacu yang dilikatkan di lengan atas kiri. Tidak boleh memakai pakaian berwarna ceria, seperti : merah, kuning, coklat, oranye.
  2. Waktu perkabungan berlainan lamanya, tergantung siapa yang meninggal,
  3. Untuk kedua orangtua, terutama ayah dilakukan selama 2 tahun.
  4. Untuk nenek dan kakek dilakukan selama 1 tahun.
  5. Untuk saudara dilakukan selama 3 atau 6 bulan.
  6. Di rumah disediakan meja pemujaan, rumah-rumahan dan tempat tidur almarhum. Setiap hari harus dilayani makannya seperti semasa almarhum masih hidup.
Upacara sesudah pemakaman biasanya terdiri dari :
• Meniga hari (3 hari sesudah meninggal).
Sesudah 3 hari meninggal seluruh keluarga melakukan upacara penghomatan dan peringatan di tempat jenasah berada (pergi ke kuburan almarhum). Mereka membawa makanan, buah-buahan, dupa, lilin, uang akhirat. Dengan memakai pakaian berkabung/blacu mereka melakukan upacara penghormatan (soja dan kui). Tak lupa mereka juga menangis dan meratap sambil membakar uang akhirat. Pulang ke rumah, kembali mencuci muka dengan air kembang.
• Menujuh hari (7 hari sesudah meninggal).
Seperti halnya upacara meniga hari, seluruh keluarga melakukan upacara penghomatan dan peringatan di tempat jenasah berada (kembali ke kuburan ). Mereka membawa rumah-rumahan, makanan dan buah-buahan serta uang akhirat. Lilin dan dupa ( hio ) dinyalakan. Seluruh rumah-rumahan dan sisa harta yang perlu dibakar; dibakar sambil melakukan upacara mengelilingi api pembakaran. Sesudah selesai, tanah sekepal / segenggam diambil, diserakkan ke atasnya. 
• 40 hari sesudah meninggal.
Pada hari ke 40 ini kembali anak – cucu dan keluarga melakukan upacara penghormatan di tempat jenasah berada ( kuburan). Semua baju duka dari blacu dan karung goni dibuka dan diganti baju biasa. Mereka masih dalam keadaan berkabung, namun telah rela melepaskan arwah si almarhum ke alam akhirat. Sebagai tanda tetap berkabung, semua anak cucu memakai tanda di lengan kiri atas; berupa sepotong kain blacu dan goni.
• Tiap-tiap tahun memperingati hari kematian.
Satu tahun dan tahun-tahun berikutnya, akan selalu diperingati oleh anak cucunya dengan melakukan ” soja dan kui” sebagai tanda berbakti dan menghormati. Peringatan tahunan ini berupa upacara persembahan. Bagi keluarga yang berada, di atas meja persembahan diletakkan berbagai macam makanan, buah-buahan, minuman, antara lain teh dan kopi, manisan minimum 3 macam, rokok, sirih sekapur, sedangkan makanan yang paling utama adalah “samseng” 2 pasang, lilin merah sepasang dan hio.
Senja hari sebelum upacara, harus dinyalakan lilin merah berpasang-pasang tergantung pada jumlah orang / leluhur yang akan diundang. Maksud dari upacara ini adalah meminta kepada dewa bumi (toapekong tanah) untuk membukakan jalan bagi para arwah yaitu dengan cara membakar uang akhirat (kertas perak dan kertas emas ).


Daftar Pustaka
Arifin Prof. HM, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar Dunia, Jakarta: Citra Mandala Pratama,1987.
Ali, mukti, Agama-Agama Dunia, Yogyakarta: PT HANINDITA
http:// universal. Hermantan.com/2009/05/gambaran perkembangan agama tao- Indonesia
tanggal 19 Maret 2012, jam 09.00                                       
Hadi kusuma, hilma. Antopologi agama, bandung : Citra Aditya bakti, 1993.
Sou yb, Josef, agama-agama besar di dunia Jakarta: husna Zikra, 1996
Tanggok, Ikhsan, Mengenal Lebih Dekat Agama tao, Jakarta : UIN Jakarta Press, 2006.